Bab IV Pura Gaduh, Tugu Akhir Raja-raja Bali-Kuno
K |
eberadaan Pura Gaduh di Blahbatuh, Gianyar, dapat diketahui
dari Piagem Dukuh Gamongan. Dari piagem tersebut bisa dilacak awal dan
perkembangan pura yang menjadi tempat suci raja-raja Bali ini. Di tempat suci
inilah Sri Karang Buncing memohon keturunan, yang kemudian berkembang menjadi
treh Karang Buncing yang kita kenal sekarang ini.
Pura Gaduh terletak di Jalan Kebo Iwa, Banjar Tengah, Desa
Pakraman Blahbatuh, atau perempatan pasar Blahbatuh ke timur, jalan menuju Desa
Bona. Pura Gaduh awalnya merupakan satu kesatuan dengan beberapa pura yang lain
atau satu paleban dengan
Pura Batur Sari, Pura Puseh, Palinggih Pangulu, dan Pura Kuru Baya, tepatnya halaman
barat Pura Puseh dan di timur Pura Kuru Baya. Arca Pangulu yang terletak di
Pura Puseh, merupakan peninggalan dari Sri Jaya Katong maka lingganira hyang wawu dateng, sebagai
simbol ajaran baru Sri Jaya Katong pada era itu atau dengan kata lain sebagai
simbol suci Tuhan dan pusat konsentrasi di kala melakukan sembah bakti kepada
Hyang Widhi/Tuhan.
Para sejarawan menyimpulkan Arca Pangulu merupakan pe ningg
alan sekte Siwa Bhairawa yang ada di Bali pada zaman itu. Kadang-kadang oleh
masyarakat sekitarnya Arca Pangulu disebut Palinggih Pangulu Ratu Gede Kebo
Iwa. Arca batu Pangulu yang berdiameter sekitar 1 x 1 meter, berwujud kepala
bermuka seram, mata melotot, kuping lebar, rambut ikal berperucut, hidung
besar, gigi taring menyembul, mempunyai nilai filosofis yang sangat tinggi,
karena bagian kepala inilah diharapkan mampu membawa kemajuan spiritual dan
material bagi setiap manusia, untuk bisa dicapai karena semua kemampuan itu ada
di kepala.
Disamping beberapa arca batu yang lain, seperti, patung
Ganesa, patung para Resi, yang distanakan di Pura Batur Sari, juga terdapat
tujuh arca perunggu yang bermotif primitif sebagai perwujudan bhatara sapta
giri atau simbol tujuh gunung yang dipuja saat itu yang di stanakan
di Pura Gaduh. Arca-arca bhatara sapta giri ini sangat disucikan oleh pangamong
dan pangempon pura.
Karena saling keterkaitan dan saling kawin mengawini dua
keluarga penguasa di Wadwasila (Blahbatuh) antara keturunan I Gusti Karang
Buncing, treh akhir raja-raja Bali-Kuno
dengan keturunan Sri Paduka
Pura Gaduh Gagaduhan Prabhu Bali.
Agung Made Jambe yang disebut juga Raja Agung Tengah dari
dinasti Dalem Kepakisan pada masa transisi pemerintahan Bali dengan Majapahit.
Peralihan kekuasaan tentu membawa dampak politik psikologis
bagi masyarakat sekitar, sehingga Pura Gaduh yang sebelumnya berfungsi sebagai
tempat suci bagi para raja Bali, berubah status dan fungsinya menjadi Pura
Puseh, Desa Pakraman Blahbatuh. Disamping itu Pura Gaduh mempunyai beberapa
sebutan lain, dalam Usana Bali disebut Pura Karang Gaduh. Dalam Prasasti Pura
Maospahit disebut Pura Bedugul Gaduh. Dalam salinan purana Pura Puseh, Desa
Pakraman Blahbatuh disebut Pura Puseh Gaduh, karena dalam satu leban ada
Pura Puseh dan Pura Gaduh.
Pura Gaduh disamping sebagai momentum kebersamaan dua
dinasti, juga sebagai tugu penyatuan Hindu Bali dan Hindu Jawa dari hampir
kepunahan setelah jatuhnya kerajaan Majapahit oleh Sultan Demak yang beragama
Islam. Pura Gaduh termasuk situs purbakala yang wajib dilindungi oleh Negara.
Pura Gaduh sebagai gagaduhan prabhu Bali atau tugu akhir raja-raja
Bali-Kuno dimana keturunan Sri Karang Buncing sebagai treh akhir
raja-raja Bali, mengisyaratkan agar kita tidak melupakan bhisama yang telah dikukuhkan oleh
Danghyang Nirartha bersama para leluhur terdahulu. Juga agar selalu ingat
dengan tiga kahyangan
tersebut: Pura Kawitan Karang Buncing, Pura Gaduh (keduanya di Blahbatuh), dan
Pura Lempuyang Gamongan, di Karangasem. Sri Karang Buncing setelah lama hidup
bersuami istri dengan adiknya, dan belum mempunyai putra, lalu memohon anak di
Pura Gaduh. Atas rahmat Ida Bhatara Hyang Sapta Giri, akhirnya istri Sri Karang
Buncing ngidam. Setelah kehamilan cukup umur, lahirlah seorang putra bernama
Sri Kebo Iwa.
.....
sira Sri Jaya Katong, amrajaya ring yusaning bumi, Isakawarsa, Asti Bhaskara
Netraning Ulan, Sri Jaya Katong, amukti maring Batahanyar, angamong wadwa sira,
amuter maring Batahanyar, kasung kasiwi denira Sri Jaya Katong, hanata
Glungkori, ring mahameru, kapolo denira Sri Jaya Katong, maka tunggul ira, ring
Barabatu, lingganira hyang wawu dateng, Meru tumpang 5, hana ta kori agung,
agelung tumpang lima, maka tungguling Prabhu Bali, araning Pura Gaduh,
Gagaduhan Prabhu Bali. maring Bhatahanar ..... (Piagem Dukuh Gamongan, 8a-8b)
[..... Sri Jaya Katong menjadi penguasa, umur bumi, tahun
Isaka 1238/1316 Masehi. Sri Jaya Katong yang dimuliakan di Batahanyar,
memerintahkan rakyat baginda pusatnya di Batahanyar, tempat persembahyangan
baginda Sri Jaya Katong adalah Kori Agung, tempat suci sangat agung, dibangun
oleh Sri Jaya Katong, sebagai bukti baginda ada di Blahbatuh, sebagai wujud
atau simbol Dewa sesembahan yang baru, Meru tumpang lima, lambang kesatuan para
raja Bali, namanya Pura Gaduh, tempat suci para raja Bali, terhadap Bhatahanyar
.....
.....
risampun makudang kudang warsa nira Sri Karang Buncing, angamong kresmin, lawan
arinira, nora hana adwe putra, neher sira angasti hyang, maring Pura Gaduh,
kahyangan gagaduhan Prabhu Bali, asung kerta nugraha Hyang Sapta Giri, mabwaya
ta stri nira Sri Karang Buncing...
(Piagem Dukuh Gamongan, 10a)
[
.....setelah beberapa tahun Sri Karang Buncing hidup bersuami
istri dengan adiknya, dan belum mempunyai putra, lalu beliau memohon kepada
Bhatara yang ada di Pura Gaduh, tempat suci para Raja Bali. Atas rahmat Ida Bhatara Hyang Sapta Giri, akhirnya ngidam istri beliau Sri Karang
Buncing .....
Dalam Prasasti Pura Maospahit keberadaan Pura Gaduh dije
laskan:
Yan
asapunapi suwen Ida Arya Karang Buncing merabian, nenten maduwe putra. Punika
mawinan sedih pisan pakayunan idane. Rikala wenten dewasa sane becik raris Ida
nunas ica ring ida Sanghyang Widhi ring Pura Bedugul Gaduh. Raris wenten
suwecan Ida Sanghyang Widhi polih putra lanang asiki. Kasuwen-suwen sampun
apongahan yusan ida raris ida mapesengan Kebo Waruga
(Prasasti Pura Maospahit)
[Entah berapa lama Ida Arya Karang Buncing hidup bersuami
istri, belum juga dikaruniai putra, hati beliau sangat sedih, lalu pada hari
yang baik, beliau berkeinginan nunas
ica memohon kemurahan hati Ida Sanghyang Widhi, di Pura Bedugul
Gaduh, lalu beliau mendapatkan seorang putra, yang lama kelamaan diberi nama
Kebo Waruga.]
Dalam lontar Usana Bali, bhisama setelah wafatnya Ki Kebo
Iwa, dijelaskan:
Hana
pitekenia Kawitan sira Karang Buncing, kita sentanan ingsun makabehan away kita
tan eling ring kawitan anyungsung anyiwi ring Pura Karang Buncing, ring Pura
Karang Gaduh, makadi ring Lempuyang, yan kita lali, wastu sira anadi jadma
sudra jati, rered pabuktianta, mentik, mentik, punggel.
(Lontar Usana Bali)
[Ada kewajiban dari leluhur Sri Karang Buncing, kalian
keturunanku semuanya, jangan kamu tidak ingat dengan Kawitan (leluhur)
menjungjung dan memuja di Pura Karang Buncing, di Pura Karang Gaduh, juga di
Pura Lempuyang, jika kamu melupakannya, dikutuk oleh beliau menjadi orang
melarat sekali, surut kekayaanmu, bertumbuh, bertumbuh, terpotong.]
Hubungan Kekerabatan Blahbatuh dengan Gam
ongan
Hubungan sosial spiritual antara Sri Karang Buncing yang
bertempat tingal di Blahbatuh dengan para raja yang melakukan hidup suci
menjadi pertapa di Gunung Lempuyang, Gamongan, adalah sama-sama berasal dari
Sri Jayasakti/Sri Gnijaya Sakti. Hal ini terlihat jelas mulai dari Raja Sri
Gnijaya Sakti menjadi raja Bali tahun Isaka 1041/1119 Masehi, yang merintis
keberadaan Pura Lempuyang Gamongan serta dilanjutkan oleh putra kandung yang
pertama bernama Sri Gnijaya, nama sama dengan ayah kandung tanpa ident ‘sakti’
di belakang namanya. Setelah Sri Gnijaya pedharman (pertapaan) dilanjutkan oleh adik kandung Sri
Gnijaya bernama Sri Maha Sidhimantradewa, dilanjutkan oleh keturunannya yaitu
Sri Indracakru, Sri Pasung Grigis, Sri Rigis, Sri Pasung Giri, Dukuh Sakti
Gamongan dan keturunan dukuh lainnya yang ada di Desa Adat Gamongan.
Konsepsi Tri Hita Karana hubungan antara parahyangan,
pawongan, palemahan sekiranya berawal dari sistem yang dibangun oleh
Sri Gnijaya. Pura Lempuyang sebagai kiblat hubungan ma nus ia dengan Tuhan/dewa
tertinggi jagat Bali, sedangkan Blahbatuh/ Batahanar bagian pawongan yang
mengurus hubungan kepemerintahan dengan rakyatnya, dan jagat Bali sebagai
palemahan, hubungan antar manusia dengan alam Bali. Hal ini tersurat dalam
Purana Pura Puseh Gaduh, Blahbatuh, dan Lontar Raja Purana Pura Lempuyang,
Gamongan, Karangasem. Ke dua lontar itu saling menceritakan keterkaitan antara
Pura Gaduh, Blahbatuh dengan Pura Lempuyang Gamongan.
….
ki sira Arya Rigis, amukti ring Lempuyang maka miwah wenang amongmong batara
ring Lempuyang, maka uloning bumi, maka siwaning bumi kasisya dening Hyang
Gnijaya sanagareng Bali, unggwaning suka lawan duka, pati lawan urip, swarga
lawan papa, sekala niskala, amerta lawan dagdi, sama lawan arine, sira Arya
Karang Buncing, amukti ring Balahbatu, sama wirasane, iki amongmong gelung
agunge ring Bali, ki batara Gde ring Gaduh miwah ta kori agung, kamong mong
denira Arya Karang Buncing, pangeka mukti, kawarahnugraha denira batara ring
Lempuyang, maka miwah batara ring Gaduh, minaka Gagaduhan jagat kabeh, awanana
Lempuyang maka siwan bumi, awanana Gaduh, maka tunggul i bumi, hana bwana rwa,
agung mwah alit, bwana alit
Purana Pura Puseh Gaduh, Blahbatuh, halaman 4a-5a:
[....beliau arya Rigis bertempat di Lempuyang, lagi
pula wajib dan berhak mengabdi pada batara di Lempuyang, sebagai kepalanya di
bumi, sebagai Siwa/ Guru di bumi dijadikan sisya/ murid oleh Hyang Gnijaya, dan
seluruh Bali, tempat pada saat senang atau sedih, mati atau hidup, sorga atau
neraka, nyata atau gaib, berhasiat atau racun, sama dengan adiknya beliau Arya
Karang Buncing bertempat di Blahbatuh, sama tanggung jawabnya, ini di pelihara pintu
gerbang kebesaran di Bali, batara Gde di Gaduh dan pintu gerbang itu, di
pelihara oleh beliau Arya Karang Buncing, yang bertanggung jawab, sebagai
anugrah batara ring Lempuyang, dan juga oleh batara di Gaduh sebagai pemujaan
seluruh jagat, makanya Lempuyang sebagai guru di bumi, dan Gaduh sebagai
pelindung di bumi, ada dunia mendua, dunia diluar diri (makrokosmos) dan dunia
dalam diri (mikrokosmos) ….
Dalam Purana Puseh Gaduh juga dijelaskan pengganti dari Sri
Pasung Gerigis di Lempuyang, karena beliau hidup anyukla brahmacarya (tidak
kawin seumur hidup) maka diangkatlah keponakannya yaitu Sri Rigis sebagai orang
suci di Lempuyang. Sri Rigis adalah putra dari Sri Jaya Katong. Disamping itu
dalam Purana Puseh Gaduh dijelaskan tentang bhisama bagi yang tidak
mengindahkan aturan tersebut. Bagi warga yang saking lamanya berpisah karena
nyineb wangsa (menutup asal usul) dan baru mengetahui tentang keberadaanya
diwajibkan amungkah lori lawang agunge ring Gaduh tur kaupa saksiyang karamanya
ring pura gaduh, wus ana ring Pura Gaduh raju denira ring karang buncing” arti
bebas, membuka pintu gerbang kori agunge di Gaduh lagi pula disaksikan oleh
warganya di
Pura Gaduh, setelah itu dilanjutkan di Pura Karang Buncing.]
Dalam
Lontar Raja Purana Pura Lempuyang, Gamongan, juga dijelaskan:
Iki
Raja Purana palugrane sira Hyang Gnijaya, maka tunggul sira Pasung Grigis
amukti maring Lempuyang, anisyanin apan kasantana denikang Sanhyang
Sidhimantra, sapuja palikrama, yogya anisyanin maring gunung Lempuyang,
Sanghyang Sidhimantra, sareng ring sira Mpu Kuturan, asentana sira Pasung
Grigis, sira Jaya Katong, sira Jaya Katong amukti ring Blahbatuh, angamong
wadwa sira, panugrahane, bhatara Hyang bawu dateng, amuter ring Blahbatuh,
kasiwi dening sira Jaya Katong, arine sira Pasung Grigis, arane sira Jaya
Katong, amukti ring Blahbatuh, hana ta gelung korine ring mahameru, kapolo
dening sira Jaya Katong .
[Ini Raja Purana pemberian Bhatara Hyang Gnijaya, sebagai
bukti Pasung Grigis, bertempat tinggal digunung Lempuyang, mengamong karena
keturunan Sanghyang Sidhimantra, menjalani hidup suci, memuja haturan umat yang
datang, sekaligus mengempon di Gunung lempuyang, Sanghyang Sidhimantra, bersama
beliau Mpu Kuturan, keturunan Pasung Grigis, beliau Jaya Katong, beliau Jaya
Katong tinggal di Blahbatuh yang bertanggung jawab terhadap rakyatnya,
pemberian yang baru datang, bertempat di Balabatuh, beliau Jaya Katong,
dikuasai oleh beliau Jaya Katong, adiknya beliau Pasung Girigis, namanya beliau
Jaya Katong, bertempat tinggal di Blahbatuh, ada sebuah pintu gerbang pura yang
luas, dibentuk oleh beliau Jaya Katong]
Salinan Purana Pura Puseh Gaduh
Salinan purana Pura Puseh Gaduh, yang ada di Pura Puseh,
Desa Pakraman Blahbatuh, Gianyar, menjelaskan hal-hal berikut:
.....Om
awignamastu nama sidham, tumurun kipamastu iki. Awignamastu nama swaha, tumurun
kinawa Pasupati duk sira Arya Pasung Giri, sira Jaya Katong, amurti kerti ring
batara, hana mijil swalita, karsen ira sira Jaya Katong, minta sih Arya Pasung
Giri, andika ta sira Pasung Giri, ring sira Jaya Katong, wali kang ari, aminta
sih ring batara Hyang Gnijaya, ju.....
.....mujug
batara ring parihyangan, parihyangan hana ring Gaduh, aminta sih sira malih
Jaya Katong, tumurun ki batara Hyang Tugu, lumaris hana ring pariangan,
angregep ta sira Jaya Katong, tumurun ki batara Wisnu, angeregepta sira malih,
tumurun batara Hyang Watukaru, angeregep ta sira malih batara Mahadewa amanca
resi unggwaning batara, tumurun ki batara.....
.....
Dewi Danuh, batara Hyang Pasupati, anyapta buwana unggwaning batara, tinurun
ring pasamuan, enak ta batara malinggih, angeregep angeka pada ki sira Pasung
Giri, mwah ta sira Jaya Katong, pakulun wara nugraha, hana ta andika batara,
makabehan, angeka ta Hyang Gnijaya maka hyang hyang bwana kabeh tumurun ki
batara batara surya candra, bata .....
.....
ri ulan lintang tranggana, agunem ring pasamuan, angeka ta sumende sira Pasung
Giri, sumende sira Jaya Katong, wijil ta sira, sanak ta sira, ki araka rai,
kang sa roro, aran eki sumende sira Pasung Giri sira Arya Rigis, arane ki
sumende sira Jaya Katong sira Arya Karang Buncing, wijileng sira Jaya Katong
sanak roro, warah kang nugraha denira batara Hyang Gnijaya, angeka kang
sumende..... ..... denira batara sami, batara angeka kang sumende arane sira
Arya Rigis sumende ki sira Pasung Giri, amukti ring Lempuyang, sumende Jaya
Katong arane sira Arya Karang Buncing, amukti ring Balahbatu, Iki panugrahan
Batara Hyang Gnijaya, miwah ta batara kabeh, sagunung saptane Bali,
awarahnugraha, Arya Pasung Giri,
Ar
.....
.....
ya Jaya Katong, Arya Rigis, Arya Karang Buncing, mwah yan hana kang sumende,
amukti ring Lempuyang, ring Balahbatu, mwah yan hana ngentosin, santanane sira
Arya Rigis, mwah sira AryaKarang Buncing, moga kapastu dening batara Gde
malinggih ring Lempuyang, moga kapastu dening batara kabeh sajumeneng ring
Gunung Saptaning Bali, maka mwah batara Surya Candra, Batari Ulan, Lintang
Tranggana, mwah Batara Gde malinggih ring.....
.....
Gaduh, mwah batara Gde malinggih ring Karang Buncing, wastu gring tan waras,
pejah tan pejah, nginum tan nginum, sakolo putrakanya tan hana manggih rahayu,
mwah ta sira Arya Rigis, mwah ta sira Arya Karang Buncing, iki ta sumende sira
Pasung Giri sira Jaya Katong, ki sira Arya Rigis, amukti ring Lempuyang maka
miwah wenang amongmong batara ring Lempuyang, maka uloning bumi, maka siwaning
bumi kasisya dening Hyang .....
.....
Gnijaya sanagareng Bali, unggwaning suka lawan duka, pati lawan urip, swarga
lawan papa, sekala niskala, amerta lawan dagdi, sama lawan arine, sira Arya
Karang Buncing, amukti ring Balahbatu, sama wirasane, iki amongmong gelung
agunge ring Bali, ki batara Gde ring Gaduh miwah ta kori agung, kamong mong
denira Arya Karang Buncing, pangeka mukti, kawarahnugraha denira batara ring
Lempuyang, maka miwah batara ring Gaduh,.....
.....
minaka Gagaduhan jagat kabeh, awanana Lempuyang maka siwan bumi, awanana Gaduh,
maka tunggul i bumi, hana bwana rwa, agung mwah alit, bwana alit, hana ta sira
Arya Rigis, hana ta sira Arya Karang Buncing, Arya Rigis, minaka kembang, catur
jadma, Arya Karang Buncing, bungkahing catur jadma, saika panugrahan batara
Hyang Gnijaya, batara Hyang warah kadi arep, batara warah nugraha kang sumende,
roro, kna kahug katindih.....
.....
sumende roro, sang catur katri wangsan, ala king ya mamopes angalapana laki, aywa
ngalap kembanging bumi, amepes hana sawa, aywa kembang bumi, angalapana laki
aywa bungkahing bumi, tan wenang genah, samudra anunggang ukir, nga, panten
capala denira batara kang munggwing arep, tan wenang alaki ibu aranya, suratma
panten capala, nga, sumungsang, de.....
.....
nya, nga, kembang miwah pancer, maka panyeceg gumi, panugrahan iki tiwakana,
ring Arya Rigis, ring Arya Karang Buncing, kang ping arep, denya amukti,
masiwa, matunggul, denya pageh sira, mwah yan hana tan tindih sira mukti kamuktiang
doning kadang warganya, tan anut palanya ring sang amukti roro, tan tindih
sakadi ne kocap ring arep, moga kadanda dening batara Gde kocap ring arep,
knaha saupadrawa,.....
.....
dening batara kabeh, tan ana tindih palanya, mwah yan hana iki santana nya
kahilya hilya tinggal ring karamannya amukti, iki sentanan sira Arya Rigis,
Arya Karang Buncing, miwah salawase tinggal ring Lempuyang ring Balahbatu,
kramanya wenang, sira kasinahang, de nira sang amukti ring Lempuyang ring
Balahbatu, aywa ta sira tar mukti karura sinahang, wenang ta sira kahilya hilya
tingkahing amuk.....
.....
ti, ring Lempuyang ring Balahbatu, wenang sira anyinahang ring Pura Gaduh tur
amungkah lori lawang kori agunge ring Gaduh tur kaupasaksiyang keramanya ring
Pura Gaduh, wus ana ring Pura Gaduh raju denira ring Karang Buncing, sakrama
pura wisesa denira Arya Karang Buncing, wenang sira anyinahang dewek mwah
sasantananya, gunane tan atep, wenang kapayu denira denya kabeh kna atiwakna,
dening tirta panyinahan, tiwak akna wenang saiki..... ..... kang kahilya hilya
atinggal ring sang amukti sakolo putra putraka nya kabeh, tiwaking adnyanan
batara panugrahan batara Hyang Gnijaya, awarah batara umungguh pamastu miwah
batarane kocap ring arep, lugra pamastu, kagaduh denira Arya Rigis, Arya Karang
Buncing, ka angga gagaduhan, denya sira mukti, katemu temu tkeng sentananya
satenggek papayuk belahe sera mukti ring Lempuyang, ring Balahbatu .....
.....
aniwakana pasaksi ring kahilya hilya tiwakana winjana pasupati ning pamastu
iki. Iki tumurun Hyang Pasupati pramana Sanghyang Sidhi anurun adnyana dadya
wetu kipamastu nawa sanga, ma, iki, ma pamastu sidhi, ma, Ang Ung Mang, Yang
Mang Bang, Ong Ong Ong, Brahma Wisnu Iswara Mahadewa, Ong Ang Mang Yang,
aricandana, winastu sidhi dening Hyang, kramun tuhu kita hilya hilya, aninggal
mula wit santana ne sira .....
.....
Arya Karang Buncing, sah ring Blahbatuh, sah ring Lempuyang, mangke tumurun
batara alingga ring Gunung Saptane ring Bali, batara Surya Candra Batari Ulan
Lintang Trenggana, dulur hana ring rahayu salampah lakunya, batara ring Pura
Gaduh batara ring Pura Karang Buncing, mapaweh kasidya rahayu karaman tan tuhu
mula wit santanan sira Arya Karang Buncing, saha sakeng Balahbatu, sah ring
Lempuyang, tan tuhu mala wit santa .....
.....
na sira Arya Karang Buncing, tan tuhu sah ring Balahbatu, sah ring Lempuyang,
moga kapastu ring batara ring Saptane ring Bali, batara Surya Batari Ulan
Lintang Trenggana, Batara Gde malinggih ring Karang Buncing, Batara Brahma,
Batara Wisnu, Batara Iswara, amastu sidhi, moga agring gring tan waras, kneng
pastu dening batara kabe, pejah tan pejah, urip tan urip, mangan tan mangan,
nginum tan nginum .....
.....
moga ta santana, kari ya urip katemu tekeng payuk belahnya, tan hana manggih
sadya rahayu tan hana karwat dening Brahmana Buda Siwa Buda, pamastu sidhi, Ung
Ang Ung Mang, sidhi rastu namaswaha, tlas, pamastu iki panugrahan Bhatara Hyang
Gnijaya, manuting dina, tang, pang, sasi, rah, tenggek, isaka .....
(Purana Pura Puseh Gaduh, Blahbatuh)
[..... Semoga Tuhan menjauhkan dari rintangan serta berhasil,
turunlah kutukan ini, turunlah yang mulia dewa pasupati ketika arya Pasung
Giri, beiau Jaya Katong, memuja kepada batara, munculah sinar suci, dikabulkan
beliau Jaya Katong, mohon dikasihi kepada arya Pasung Giri, bersabdalah beliau
Pasung Giri kepada beliau Jaya Katong kembali adikku, mohon pada bhatara Hyang
Gnijaya, ...
..... turunlah batara di tempat suci, tempat suci yang ada di
Gaduh, memohon lagi beliau Jaya Katong, turunlah batara Hyang Tugu, kemudian
turun di tempat suci, berdoalah beliau Jaya Katong turunlah batara Wisnu,
berdoa beliau lagi, turun batara Hyang Watukaru, berdoa beliau lagi, turunlah
Hyang Mahadewa, amanca resi keberadaan batara, turunlah batara Dewi Danuh ….
..... batara Hyang Pasupati, tujuh penjuru kedudukan batara,
turun di persidangan, bahagialah berada di pura, mendoa dengan sikap satu kaki
beliau Pasung Giri, dan juga beliau Jaya Katong, yang di hormati
menganugrahkan, ada sabda batara semua, hadirilah Hyang Gnijaya sebagai yang di
puja semua umat turunlah batara Surya,
..... Bhatari Ulan Lintang Tranggana, bermusyawarah di tempat
pertemuan, menyepakati sebagai pengganti beliau Pasung Giri, menggantikan
beliau Jaya Katong, munculah beliau, anaknya beliau itu, sebagai kakak dan
adik, keduanya, namanya ini pengganti Pasung
Giri,
..... beliau arya Rigis namanya yang menggantikan beliau Jaya
Katong beliau arya Karang Buncing, lahir dari Jaya Katong anaknya dua, di
anugrahi oleh beliau Hyang Gnijaya membuat pengganti,
..... oleh beliau batara sami, batara membuat, yang mengganti
namanya beliau arya Rigis menggantikan beliau Pasung Giri, bertempat di
Lempuyang, pengganti Jaya Katong namanya beliau arya Karang Buncing, tinggal di
Blahbatuh, Ini anugrah batara Hyang Gnijaya, dan batara semuanya, yang ada di
tujuh gunung di Bali, menganugrahi arya Pasung Giri,
..... arya Jaya Katong, arya Rigis, arya Karang Buncing, dan
bila ada yang mengganti, tinggal di Lempuyang, di Blahbatuh, dan jika ada
mengganti keturunannya beliau arya Rigis, beliau arya Karang Buncing, supaya di
kutuk oleh batara Gde yang ada di Lempuyang, supaya di kutuk oleh batara
semuanya yang ada pada tujuh gunung di Bali termasuk juga batara Surya Candra,
batari Ulan Bintang Tranggana, dan batara gede bertempat di .....
..... Gaduh, dan batara Gde bertempat di Karang Buncing, di
kutuk supaya sakit tidak wajar, mati tidak mati, minum tidak minum, seluruh
keturunannya tidak ada yang selamat, lagi pula beliau arya Rigis, beliau arya
Karang Buncing, inilah pengganti beliau Pasung Giri, beliau Jaya Katong, beliau
arya Rigis bertempat di Lempuyang, lagi pula wajib dan berhak mengabdi pada
batara di Lempuyang, sebagai kepalanya di bumi, sebagai Siwa di bumi dijadikan
sisya oleh Hyang .....
..... Gnijaya, seluruh Bali, tempat pada saat senang atau sedih, mati
atau hidup, sorga atau neraka, nyata atau gaib, berhasiat atau racun, sama
dengan adiknya beliau Karang Buncing bertempat di Blahbatuh, sama tanggung
jawabnya, ini di pelihara pintu gerbang kebesaran di Bali, batara Gde di Gaduh
dan pintu gerbang itu, di pelihara oleh beliau arya Karang Buncing, yang
bertanggung jawab, sebagai anugrah oleh batara ring Lempuyang, dan juga oleh
batara di Gaduh .....
..... sebagai pemujaan seluruh jagat, makanya Lempuyang
sebagai guru di bumi, makanya Gaduh, sebab pelindung di bumi, ada dunia mendua,
besar dan kecil, ada beliau arya Rigis, ada beliau arya Karang Buncing, arya
Rigis sebagai kembang catur jadma, arya Karang Buncing mengawali catur jadma,
demikian di anugrahkan oleh batara Hyang Gnijaya, batara yang mulia bersabda
seperti di depan, batara menganugrahi .....
..... yang mengganti, keduanya, dalam kerusakan saling
membantu keduanya, golongan catur katri wangsan, bersuami beliau, sering
mencari laki, jangan mengambil kembang di bumi, sering ada paruman, jangan
kembangi bumi, mengambil laki laki bungkahing bumi, tidak pada tempatnya,
samudra menaiki gunung, namanya, ternoda dan di kutuk oleh batara yang ada di
depan, tidak boleh ibu mencari lelaki, namanya, suratma panten capala, namanya,
terbalik .....
..... olehnya, namanya kembang dan pancer, sebagai pedoman di
masyarakat, anugrah ini ditujukan, kepada arya Rigis, kepada arya Karang
Buncing, yang pertama oleh beliau menerima, berguru, berlindung, oleh
kesungguhan beliau, dan bila ada tidak mematuhi beliau menerima kemudian
diserahkan oleh karena berkeluarga tidak sesuai hasilnyadengan kedua yang
menerima, tidak sesuai yang dikatakan di depan, semuanya dihukum oleh batara
gde tersebut di muka, kena kutukan .....
..... oleh batara semua, tidak ada yang mematuhi hasilnya,
dan bila ada begini keturunannya tidak pasti keberadaanya, tinggal dalam
masyarakat, ini keturunan beliau arya Rigis, arya Karang Buncing, dan,
selamanya berada di Lempuyang, di Blahbatuh, pelaksaannya harus beliau
dinyatakan, oleh beliau yang tinggal di Lempuyang, di Blahbatuh, janganlah kamu
tidak menerima kehebatan dalam membuktikan, pantaslah mereka tak menentu yang
dilakukan sampai ada .....
..... di Lempuyang, di
Blahbatuh, wajib mereka membuktikan di pura Gaduh dengan membuka pintu gerbang
kori agungnya di Gaduh lagi pula di saksikan oleh pelaksana di pura Gaduh,
setelah di pura Gaduh dilanjutkan olehnya di Karang Buncing, sesuai dengan
kewajiban berlaku di pura oleh beliau Karang Buncing, harus beliau membuktikan
dirinya sendiri dan semua keturunannya, apabila tidak mau, harus di sucikan
beliau beliau semuanya diperciki dengan tirta pesaksian, percikan dengan begini
.....
..... yang tidak
mengetahui meninggalkan yang memelihara sanak keluarganya semua diperciki tirta
yang di anugrahi batara hyang gnijaya, sabda batara berisi kutukan juga betara
yang disebut di muka, memberi kutukan, dipuja oleh beliau arya rigis, arya
Karang Buncing, dipakai pemujaan pleh beliau yang menerima, diketahui sampai
pada keturunannya selamanya masih ada, di Lempuyang, di Blahbatuh ..... ..... memerciki tirta
pasaksi pada orang yang mengaku warga percikan tirta suci pemastu yang di
pasupatikan ini, turun hyang Pasupati berwujudkan suatu keberhasilan menurunkan
anugrah jadinya keluar kutukan para dewa, mantra, ini, mantra, kutukan yang
berhasil, mantra, Ang Ung Mang, Yang Mang Bang, Ong Ong Ong, Brahma Wisnu
Iswara Mahadewa, Ong Yang Mung Yang, aricandana, semoga berhasil oleh Hyang,
apabila kamu bingung, pergi memang berasal dari keturunannya beliau ….
..... arya Karang Buncing, pergi dari Blahbatuh, pergi dari
Lempuyang, sekarang turun batara yang berstana di tujuh gunung yang ada di
Bali, batara Surya Candra, batari Ulan Lintang Tranggana, bersama dengan
kesucian segala tindakannya, batara di Gaduh, batara di Karang Buncing,
menganugrahkan keberhasilan yang gemilang apabila tidak benar memang berasal
dari keturunan....
..... beliau arya Karang Buncing, berpisah dari Blahbatuh,
berpisah dari Lempuyang, tidak benar berpisah dari Blahbatuh, berpisah dari
Lempuyang, supaya di kutuk oleh batara di ketujuh gunung di Bali, batara Surya
batari Ulan Lintang Trenggana, batara yang berstana di pura Gaduh, yang
berstana di Karang Buncing, batara Brahma, batara Wisnu, batara Iswara,
mengutuk dengan berhasil, supaya menderita kesakitan tak waras kena kutukan
oleh batara semua mati tidak mati, hidup tidak hidup, makan tidak makan, minum
tidak minum .... ..... semoga tidak selamat, masih dia hidup diwarisi seluruh
keturunannya tidak menemui kesuksesan baik yang tidak terobati oleh mantra
suci, tidak terhapuskan oleh brahmana Buda Siwa Buda, kutukan yang berhasil,
Ung Ang Ung Mang, mudah-mudahan berhasil, habis kutukan ini panugrahan Bhatara
Hyang Gnijaya, sesuai dengan hari, tanggal, bulan, tahun ....
Pura Gaduh termasuk situs cagar budaya nasional,
kini menjadi Pura Puseh, Desa Pakraman Blahbatuh.
‘Aedan
piodalan’ di Pura Gaduh
Pemangku Pura Gaduh, Jro Mangku I Made Sutardja dan Pangemong Pura
Gaduh, I Wayan Karang, mengatakan hari Piodalan di Pura Gaduh jatuh pada hari Selasa Keliwon, wuku
Medangsia (Anggara Kasih
Medangsia), setiap enam bulan kalender Bali dengan runutan acara
sebagai berikut:
Pada hari Kamis wuku Sungsang (Sugiyan Jawa) acara nyuciang
pralingga Ida Bhatara Gaduh (Arca Sapta Giri), dimana air suci mesiram ini dipergunakan untuk
persiapan tirtha piodalan
di Pura Kawitan dan piodalan di Pura Gaduh serta untuk umat se-dharma lainnya.
Sepuluh hari sebelum piodalan tepatnya Sabtu Kliwon Kuningan (Hari Raya
Kuningan) adalah acara nuasen odalan.
Sembilan hari sebelum hari piodalan para pemedek lan pangayah membuat sanganan (nyacal
jajan).
Delapan hari sebelum piodalan membuat jajahitan.
Lima hari sebelum piodalan persiapan membuat tataring, penjor, masang ider-ider dan
lain sebagainya.
Empat hari sebelum piodalan pamedek nampah bebek, membuat banten caru dan malam hari nanding caru.
Tiga hari sebelum piodalan adalah acara macaru, nanding
sanganan tebasan agung, netegan sampai selesai.
Dua hari sebelum hari piodalan adalah acara ngingsah, netegan dan lainnya.
Sehari sebelum hari piodalan acara munggah bhatara katur ring penjor ring jaba
pamedal agung.
Puncak piodalan hari Selasa wuku Medangsia atau Anggara Kasih
Medangsia. Acara piodalan
dimulai pada sore hari dengan mamendak Ida Bhatara ring Batur Sari, Ida Bhatara ring
Puseh, Ida Bhatara Pangulu dan nyutri dilakukan sebelum Ida Bhatara katuran malinggih ring payogan. Acara
piodalan selalu
dipimpin oleh Jero
Mangku Pura Gaduh bersama
Pemangku Pura lainnya. Puncak piodalan diiring dengan wayang lemah, topeng, nyutri, mapaselang, maprani dan
terakhir dilakukan pawintenan bagi pangayah dan pamedek yang ingin mawinten
Sehari setelah piodalan yang disebut umanis odalan atau hari Rabu Umanis Medangsia acara nganyarin yang
diikuti nyutri,
mapaselang, dan pawintenan.
Dua hari setelah piodalan yang disebut pahing odalan acara
nganyarin, dengan
runutan nyutri,
mapaselang, dan pawintenan
Tiga hari setelah piodalan atau tepatnya hari Jumat
Medangsia yang disebut hari panyineban acara nganyarin, nyutri, pendet, matajen taluh, ngaturan tebasan pamurna
ring palinggih Taksu Agung, ngaturan pangeluaran ring pura, mudalang Ida Bhatara
Puseh, Ida Bhatara Batur Sari lan Pangulu serta mudalang Bhatara Katuran ring Penjor Jaba, setelah itu katuran panyineban ring Gedong, selesai.
Arca Sapta Giri Simbol Pengikat Persaudaraan
Arca Sapta Giri distanakan di Pura Gaduh merupakan lambang
para dewa yang bersemayam di tujuh gunung yang ada di Bali, yaitu Gunung
Lempuyang, Agung, Batur, Pucak Mangu, Batukaru, Andakasa dan Gunung Tulukbyu.
Disamping itu Arca Sapta Giri merupakan pusat konsentrasi keturunanya dikala
melakukan persembahyangan dari luar pura, misalnya, dari kamar suci atau merajan (rumah
tangga warga) atau dengan perkataan lain jika ngayat ida bhatara pura gaduh arca ini
sebagai titik fokus dalam mendekatkan diri kepada-Nya.
Disamping itu juga, arca sapta giri merupakan lambang pengikat persaudaraan
keturunan para raja Bali lainnya, hal ini dijelaskan dalam Piagem Dukuh
Gamongan, hal, 18a-18b, berikut:
.....
angamong paryangan ingaranan Pura Gaduh, apan nguni kala ri sapalarasan nira
sakeng Batahanyar, ngawa batur kalawasan arupa lingga sila abebed maka
rumaketang pasanakan, mwang maka pangiket kawangsanira sedaya maring
Batahanyar, moga riastu sira tan kahili-hilya sawarihta maring kahyangan nira
Pura Gaduh kayeng kawekas wekas .....