V
SEKILAS UPACARA
PIODALAN
Upacara yang dilaksanakan di Pura Dalem Sarin Bwana ada yang insidental dan ada yang bersifat rutin, seperti yang disebutkan oleh Jero Mangku INyoman Bagia dan Kelian Pangamong Pura I Made Sudiarsa (wawancara tanggal 13 Maret 2015) persembahan insidental (aci panyabran) yang dimaksud adalah upacara yang dilaksanakan setiap bulan, enam bulan dan setiap tahun sekali. Persembahan yang dilaksanakan setiap bulan yang jatuh pada hari Soma Pon, Persembahan yang dilaksanakan setian enam bulan pada hari Sugiyan Bali, Galungan, Kuningan, dan persembahan yang dilaksanakan setahun sekali yaitu Ngusaba Nini di hari Purnama bulan kelima di Pura Muaya, Jimbaran.
Saat acara pamendakan Ida Bhatara dilakukan di jaba tengah |
Sedangkan upacara rutin yang disebut piodalan alit dilaksanakan setiap enam bulan pada hari Soma Pon wuku Sinta, mulai tujuh hari sebelum puncak piodalan para pangempon pura sudah mulai mempersiapkan perlengkapan upakara, membersihkan semak belukar untuk tempat parkir kendaraan, mempersiapkan jajanan di dapur,busana pura diturunkan dari pasimpenan kemudian dibersihkan debu-debu yang melekat dalam busana dan ayahan lain untuk menunjang kelancaran piodalan. Jika piodalan gede masa persiapan dilakukan satu bulan sebelum puncak acara, piodalan gede dilakukan setelah dua tahun sekali.
Genah Semayangan, Jero Mangku sedang menghaturkan upakara |
Sehari sebelum puncak piodalan simbul-simbul suci pralingga ida bhatara yang juga disebut Ampilan berjumlah tiga Ampilan berupa Gagak Ora, prerai Sanghyang Giripati, Dewi Sri akan diusung dari gedong parerepan yang letaknya di sebelah utara Banjar Menega, Jimbaran berjalan kaki lewat candi obag-abig Jalan Pemelisan Agung ke barat menyusuri pinggiran pantai menuju depan Pura Muaya lewat Jalan Bukit Permai kini Jalan Karang Mas Sejahtera menuju Jalan Sarin Bwana di tempatkan di bale panca resi.Esok hari Soma Pon Sinta di pagi hari tiga Ampilan dan runtutannya dibersihkan, di hias di bale panca resi di sucikan dengan persembahkan upakara prayascita, pejati,biyakaon, japit dan runutannya. Setelah selesai menghias pralingga ida bhatara lalu distanakan di Gedong Pajenengan kemudian perlengkapan lain rantasan,penyeneng, panastan, pengenteg ditempatkan di palinggih tajuk. Bila uapacara piodalan gede menghias ida bhatara dilakukan setelah pralingga ida sampai di pura, dihias dan disucikan kemudian esok hari lagi disucikan oleh pemangku pura,dan seluruh Ampilan di usung ke jaba tengah depan bale panggung dihaturkan upakara pamendakan oleh pemangku Pura Sarin Bwana serta jero mangku desa.Makna dari upacara ini menyambut kedatangan ida bhatara dan seluruh simbul suci yang berkaitan, untuk berkenan duduk di payogan yang telah disediakan di utama mandala. Setelah ampilan distanakan di gedong pajenengan dilanjutkan dengan upakara pamendakan yang dilakukan oleh para penari laki perempuan dan beberapa penari membawa upakara yang nantinya dipersembahkan ke masing-masing tempat suci yang ada di Pura Dalem Sarin Bwana.
Persiapan Acara Padatengan depan Gedong Pajenengan, penutup piodalan |
Upacara piodalan gede dan piodalan madya mapulagembal akan dipimpin oleh sulinggih sedangkan piodalan alit dijalankan oleh pemangku desa serta diiringi oleh pemangku Pura Dalem Sarin Bwana. Hampir berjalan bersamaan begitu ida sulinggih mulai memakai busana para sekaa santi sudah melantunkan kidung suci,penabuh gambelan menyuarakan lagu pembukaan yang biasa ditabuh, penari masih menari lemah gemulai menarikan pamendakan berlanjut kaitan ke piodalan, suara kulkul bertalu-talu, tabuh rah juga tidak ketinggalan dilaksanakan di jeroan pura sebanyak tiga saet serta acara yang ada berkaitan dengan piodalan.
Para sutri dan tukang banten membantu ida sulinggih menjalankan eteh-eteh upakara piodalan, ngayab upakara dilanjutkan dengan persembahyangan bersama dan upacara selesai dipimpin oleh ida sulinggih sekitar pukul satu siang. Acara berhenti sejenak menunggu waktu berlalu sambil duduk di area dagang dadakan yang menjajakan dagangannya di jaba sisi. Jika palawatan Dewa Ayu matangi sekitar pukul empat sore sudah hadir di pura diikuti kerauhan para pepatih dan melakukan prosesi yang biasa dilaksanakan yaitu masolah alit di jaba tengah.
Sekitar pukul tujuh malam dilajutkan acara ilen-ilen desa yang dipimpin oleh pemangku desa dan pemangku pura yaitu dimulai persembahan upakara di genah pasamayangan, para sadeg dan pangemong pura ikut menyaksikan. Ciri khas upacara di genah semayangan ini yaitu para sutri menari mengitari tempat ini sebanyak tiga kali, yang digambarkan membawa persembahan untuk para leluhur yang beragama Budha dari seberang laut seperti lilin, uang kertas cina, jajanan, kelapa muda,buah-buahan tertentu, khas lain acara ini, suara gambelan yang dilagukan namanya madayung atau nendang bahasa lokal setempat. Setelah jero mangku mendoakan upakara lalu sebagian upakara dibakar seperti; uang kertas Cina, perahu-perahuan,dan beberapa upakara lain ditaruh di tanah sebelah utara genah semayangan Kadang kadang prosesi upacara di sini diikiuti oleh kerauhan seseorang dengan bahasa Cina.
“Ngayah Waduk Brerong” kata pepatih Ketut Sartika, di depan Arca Kuno |
Setelah persembahan di genah semayangan selesai dilanjutkan sebagian pemangku menghaturkan persembahan upakara yang ada di bale panca resi yang ditujukan untuk ida bhatara di segara (laut) dan sebagian pemangku memnghaturkan upakara yang telah disediakan di bale pengaruman untuk ida bhatara yang bestana di pangalasan (hutan) dan setelah pemangku selesai mendoakan seluruh upakara akan di larung ke pantai dan untuk upakara yang di alas akan dibawa ke suatu tempat tidak jauh dari pura di samping pohon pole. Prosesi terakhir yaitu acara pedatengan dan pengeluaran yang dilakukan didepan gedong pajenengan yang diikuti oleh seluruh umat Hindu yang hadir. Dalam prosesi ini selalu diakhiri dengan tradisi kerauhan oleh puluhan sadeg dan pepatih, baik tua muda, laki prempuan yang memang raganya sebagai mediasi oleh Roh alam sekitarnya. Esok hari seluruh simbul suci ida bhatara dikembalikan ke tempat parerepan semula.
0 komentar:
Posting Komentar